Minggu, 27 Oktober 2013

Model Ekspektasi Nilai dan Teori Atribusi


            Model ekspektansi nilai adalah salah satu pendekatan untuk studi motivasi dalam latar yang berkaitan dengan prestasi. Model ini memandang ekspektasi dan nilai sebagai kognitif ketimbang motivasional. Mereka juga berpengaruh langsung terhadap perilaku yang terkait prestasi. Model ini mengidentifikasi lima perilaku yang terkait prestasi, yaitu pilihan kegigihan, tingkat usaha, keterlibatan kognitif, dan kinerja aktual. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai juga mempengaruhi seseorang dalam memilih sesuatu.

            Nilai tugas pada model ekspektasi nilai ini memiliki 4 komponen, yaitu nilai pencapaian, nilai instrinsik, nilai kemanfaatan, dan biaya. Nilai pencapaian adalah arti penting melakukan yang terbaik dalam bidang studi atau pelajaran tertentu. Nilai instrinsik adalah kesenangan siswa dalam melakukan tugas dengan baik atau minat subjektif siswa. Nilai kemanfaatan adalah kegunaan pelajaran atau bidang studi bagi anak. Dan biaya adalah sejauh mana pemilihan untuk terlibat dalam suatu aktivitas, membatasi kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas lain.

            Berdasarkan teori ini, saya mengaitkan perilaku saya dalam memilih jurusan psikologi sebagai bidang ilmu yang ingin saya dalami. Keempat komponen nilai tersebut mempengaruhi keputusan saya untuk akhirnya memilih psikologi. Tetapi, dari keempat komponen nilai tersebut, komponen nilai yang paling dominan mempengaruhi saya adalah nilai instrinsik. Sejak SMA, saya senang membaca buku-buku mengenai manusia, kehidupan anak, dan sebagainya. Selain itu, karena kebetulan kakak saya adalah juga mahasiswa psikologi, saya sering melihat buku-buku kuliah dan mendengar ceritanya sehingga saya semakin tertarik pada psikologi. Dalam hal ini, nilai instrinsik yaitu kesenangan siswa adalah nilai yang berperan disini, sehingga muncul perilaku yang terkait prestasi, yaitu memilih jurusan di bangku kuliah.

            Selain itu, perilaku saya memilih jurusan psikologi juga dapat ditinjau dari teori peran reaksi emosional dari teori atribusi. Seperti yang dijelaskan pada halaman 489 dan 490, individu yang mengalami apati, pengunduran diri, dan perasaan tidak kompeten akan berhenti mencoba menghadapi situasi yang berkaitan dengan pencapaian tertentu. Sedangkan orang yang merasa bersyukur dan lapang dada akan termotivasi untuk mengekspresikan rasa syukurnya. Individu yang merasakan perasaan kompetensi akan mendekati situasi prestasi dengan percaya diri.

            Saat mendaftar tes masuk PTN, saya sempat tidak lulus. Tetapi saya tetap yakin dan terus mencoba sambil berlapang dada hingga akhirnya saya lulus dan masuk jurusan sesuai dengan yang saya pilih yaitu psikologi. Disini dapat dilihat bahwa reaksi emosional saya ikut berperan dalam keputusan saya untuk tetap gigih mencoba masuk psikologi ataupun tidak.

             

Hukum Belajar Albert Bandura


Individu mempelajari perilaku baru melalui observasi atau model serta akibat dari tindakannya. Ada empat komponen belajar, yaitu model behavioral, konskuensi dari perilaku yang dicontohkan, proses internal pemelajar, dan keyakinan akan ketangguhan diri si pemelajar.

Komponen belajar yang pertama adalah model behavioral. Model ini bisa didapat dari berbagai sumber seperti media masa atau langsung dari orang lain. contoh dalam kehidupan sehari-hari bisa dilihat dari melayani tamu yang datang ke rumah. Saya sebagai anak perempuan diharapkan melakukan hal ini oleh orang tua saya. Jika ada tamu, saya diminta untuk membuat minuman atau sebagainya lalu mengantarkan ke ruang tamu. Perilaku ini bisa saya lakukan karena saya telah lama mengamati perilaku ibu saya melakukan hal ini sejak saya kecil. Waktu kecil dulu saya belum langsung turun tangan melakukan ini, tetapi saya hanya memperhatikan ibu saya bagaimana caranya. Dalam hal ini ibu saya adalah model bagi saya.

Komponen yang kedua yaitu konsekuensi dari perilaku yang dicontohkan. Dalam contoh ini saya mengaitkannya dengan jenis konsekuensi vicarious reinforcement. Saat saya meniru perilaku ibu saya untuk menyiapkan hidangan untuk tamu yang datang, ada reaksi emosional positif yang bangkit pada diri saya sebagai pengamat. Ada perasaan senang saat saya melakukan hal tersebut. Saya senang saya bisa melakukan atau meniru perilaku ibu saya dengan baik dan benar, saya senang saya bisa melakukan peran saya sebagai anak perempuan yang perilaku tersebut memang perilaku yang diharapkan oleh orang tua saya.

Proses internal pemelajar adalah komponen belajar yang ketiga, dimana disini proses kognitif berperan penting dalam belajar. Saya menginternalisasi perilaku saya menyiapkan hidangan untuk tamu yang data secara kogniti dan sadar. Karena hal itu, jika di lain waktu ada tamu yang datang ke rumah, saya langsung menyiapkan hidangan tanpa harus menunggu perintah dari ibu saya. Karena hal ini telah saya internalisasi dan saya sadar bahwa tugas ini sudah menjadi tugas saya sebagai anak perempuan di rumah.

Komponen yang terakhir adalah peran ketangguhan diri. Ketangguhan diri (self-efficacy) adalah keyakinan seseorang tentang kemampuannya sendiri dan keyakinan ini memotivasi pemelajar dengan cara tertentu. Pada contoh ini, telah ada keyakinan dalam diri saya bahwa saya memiliki tugas dan kemampuan untuk menyiapkan hidangan apabila ada tamu yang datang ke rumah kami.

Penerapan Hukum Belajar Thorndike


Menurut Thorndike pemecahan masalah adalah melibatkan pembentukan asosiasi antara stimulus dengan respon yang tepat. Thorndike mengidentifikasi tiga hukum belajar untuk menjelaskan proses ini seperti yang dijelaskan pada buku halaman 56 dan 57, yaitu hukum efek (law of effect), hukum latihan (law of exercise), dan hukum kesiapan (law of readiness). Teori tiga hukum belajar ini juga dapat kita kaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku kita sehari-hari juga menerapkan tiga hukum belajar ini.

 Pertama, law of effects, menyatakan bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respon akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut. Contoh dalam kehidupan sehari-hari, jika saya sebagai seorang anak diminta untuk melakukan sesuatu oleh orang tua saya. Perintah orang tua saya dapat dikatakan sebagai suatu stimulus yang diharapkan akan mendapat respon yang tepat. Respon yang muncul dari saya adalah mengerjakan apa yang diminta oleh orang tua saya tersebut dan ini merupakan respon yang tepat. Ketika saya telah selesai mengerjakannya, saya dipuji oleh orang tua, hal ini merupakan keadaan yang memuaskan setelah respon yang akan memperkuat koneksi perilaku saya mengerjakan stimulus dari orang tua saya yang berupa perintah tersebut.

Hukum kedua adalah law of excercise menyatakan bahwa perulangan dari pengalaman akan meningkatkan peluan respon yang benar. Akan tetapi, pengulangan tidak menambah pembelajaran kecuali respon diikuti oleh keadaan yang menyenangkan. Jika kembali pada contoh pertama tadi, karena saya mendapat pujian dari apa yang telah saya lakukan, maka apabila di lain waktu orang tua meminta saya untuk melakukan sesuatu lagi, saya akan merespon sama yaitu mengerjakan apa yang dimintanya. Hal ini terjadi pengulangan karena ada keadaan yang menyenangkan yang saya dapatkan setelah saya merespon yaitu saya mendapat pujian. Jika setelah saya merespon dan tindakan saya tidak mendapat apresiasi atau bahkan ditolak, kemungkinan terjadi pengulangan respon akan kecil. Karena bagi saya, jika saya telah melakukan hal yang benar tetapi ditolak, itu merupakan keadaan yang menjengkelkan.

Hukum yang terakhir yaitu hukum ketiga adalah law of readiness mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”. Pelaksanaan tindakan atau respon adalah kondisi memuaskan dan perintangan tindakan atau respon adalah kondisi yang menjengkelkan. Seperti penjabaran diatas, kondisi menyenangkan (pujian) akan mempersiapkan saya untuk memunculkan respon tepat yang lainnya. Sedangkan kondisi menjengkelkan (pekerjaan saya ditolak), akan menghilangkan minat dan kesiapan saya melakukan respon seperti sebelumnya.

Senin, 23 September 2013

Penemuan Neuron Cermin dan Contohnya dalam Kehidupan


CINTHYA MERDEKAWATY

101301111


            Seperti dalam buku Learning and Instruction karangan Gredler, riset pada manusia mengindikasikan bahwa otak manusia memiliki lebih dari satu sistem neuron yang khusus memahami tindakan orang lain dan niat serta emosi mereka.

            Pertama, neuron cermin diaktifkan oleh pengamatan dan pelaksanaan tindakan, tetapi tidak oleh pengamatan objek saja. Kedua, studi mengindikasikan bahwa neuron cermin menyala saat merespon baik melalui tindakan maupun suara. Ketiga, neuron cermin diaktifkan baik oleh video yang memperlihatkan tindakan maupun video yang memperlihatkan suatu “niat” akan melakukan sesuatu. Keempat, studi mengindikasikan aktivasi neuron cermin terlihat saat subjek melihat tayangan klip video orang yang mengekspresikan rasa senang atau tidak senang, atau mengekspresikan emosi apapun yang mereka rasakan.

            Dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar kita telah melakukan seperti pada riset diatas. Misalnya saja pengalaman saya belajar memasak. Seperti pada riset pertama, ketika saya belajar mengiris bawang secara benar, saya tidak hanya mengamati bawang dan pisau yang saat itu akan saya gunakan sebagai objek, tetapi saya melihat dan mengamati bagaimana ibu saya mengiris bawang yang selanjutnya saya tiru. Kedua, misalnya saat saya hendak menggoreng sesuatu, saya belajar bagaimana menggoreng yang benar tidak hanya melalui pengamatan saya kepada tindakan, tetapi juga melalui suara. Ketika saya hendak menggoreng sesuatu, apabila muncul suara ibu saya mengatakan, “apinya kebesaran”, maka saat itu neuron cermin menyala dan menimbulkan respon, misalnya saya mengecilkan apinya. Ketiga, ketika saya belajar memasak, aktivasi neuron cermin juga terjadi ketika melihat suatu tayangan video. Saya sering menonton acara memasak yang disiarkan di televisi. Melalui video tersebut, saya belajar memahami dan meniru bagaimana cara memasak yang benar. Hal ini juga berhubungan dengan riset yang keempat. Ketika tayangan video dari televisi menayangkan ekspresi yang ditimbulkan oleh model dalam video, hal itu juga membuat aktivasi neuron cermin terjadi. Misalnya ketika masakan telah selesai, ekspresi yang ditimbulkan oleh model dalam video juga memancing saya dalam menilai masakan tersebut. Walaupun saya tidak dapat secara langsung merasakan masakan tersebut, ketika saya melihat ekspresi senang yang ditunjukkan oleh model, saya merasa bahwa masakan tersebut enak. hehehe

Testimoni Kuliah Online dan Diskusi Kelompok Online


CINTHYA MERDEKAWATY

101301111
 

            Kali ini saya hendak menyampaikan testimoni saya mengenai keikutsertaan saya pada kuliah online dan diskusi kelompok online pada kuliah Psikologi Belajar. Awal dosen pengampu memberi info akan dilaksanakannya kuliah online, saya antusias karena terakhir kali saya ikut serta kuliah online seperti ini sekitar dua tahun yang lalu. Menurut saya, kuliah online membuat saya lebih enjoy menjalaninya karena tidak terkekang dalam suasana kelas yang serius. Saat kuliah online kemarin (19 September 2013), saya juga menikmatinya karena selama proses kuliah online berlangsung saya rasa cukup efektif dengan sistem diskusi yang berjalan.

            Ketika dosen pengampu memberi instruksi apa yang harus kami, mahasiswa lakukan, saya langsung berpikir cepat dan tanpa disadari rasanya saya ingin merespon instruksi tersebut dengan cepat. Tetapi, sebelum saya merespon, respon dari teman-teman yang lain sudah bermunculan. Diantara respon-respon mereka, ada respon yang saya rasa tidak sesuai dengan instruksi yang diminta oleh dosen pengampu. Dari situ dapat dilihat bahwa saya dan teman-teman memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap instruksi yang diberikan oleh dosen pengampu, walaupun instruksi yang diberikan sama.

            Karena muncul respon yang kurang sesuai, oleh karena itu dosen pengampu memberi instruksi lanjutan, untuk lebih memperjelas instruksi yang telah diberikan sebelumnya. Berdasarkan hal yang terjadi ini, jika ditinjau melalui teori belajar Gestalt, ada beberapa hal yang dapat dilihat. Mahasiswa sebagai individu memiliki persepsi mengenai suatu stimulus dari lingkungan (dalam hal ini instruksi dari dosen pengampu) yang belum tentu sama dengan mahasiswa (individu) lainnya. Individu juga melihat lingkungannya secara keseluruhan. Oleh karena itu, ketika dosen pengampu memberi instruksi lanjutan, maka mahasiswa melihat instruksi-instruksi tersebut sebagai sesuatu yang satu, sebagai kesatuan yang dilihat secara keseluruhan. Ketika stimulus berulang tersebut, maka diharapkan mahasiswa akan memunculkan respon yang diharapkan oleh dosen pengampu.

            Begitu juga halnya ketika kami melakukan diskusi kelompok secara online. Kami terlebih dahulu membaca kembali instruksi yang sebelumnya diberikan oleh dosen pengampu, dan menyamakan persepsi kami untuk dapat melaksanakan diskusi. Ketika persepsi terhadap instruksi telah kami sepakati, maka diskusi kami lakukan dan dapat terlaksana dengan lancar.

Minggu, 15 September 2013

Albert Bandura


Nama Kelompok :

            Riri Amaliah                            10-003

            Cinthya Merdekawaty                        10-111

            Fitri Khairani                           10-115

            Laili Islami                              11-020

            Agnes Crista                           11-124

            Eva Brahmana                         11-126

            Afif Handri                             12-010

Nama Tokoh : Albert Bandura

1.    Alasan memilih tokoh Albert Bandura

Riri : karena mengetahui beberapa teori Bandura.

Cinthya : karena perilaku anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan.

Fitri : karena anak pertama sekali belajar dari lingkungan.

Laili : karena kebanyakan individu belajar melalui lingkungannya walaupun dipengaruhi fungsi kognitif.

Agnes : karena lingkungan sosial paling banyak memberi kesempatan memperoleh keterampilan, kemampuan melalui observasi model perilaku.

Eva : karena belajar banyak melalui orang lain dan lingkungan.

Afif : karena Bandura adalah teori belajar yang paling mudah dilihat, namun juga mencakup aspek-aspek teori belajar yang lain. Hal ini disebabkan oleh imitative learning.

 

2.    3 komponen utama teori Bandura

·      Modelling

·      Konsekuensi

·      Proses kognitif

 

3.    Kaitan antara teori Bandura dengan keyakinan umum filsafat konstrutivis-sosial.

·      Definisi pengetahuan : misalkan seorang individu yang ingin menggunakan bulu mata seperti Syahrini, ketika digunakan individu tersebut mendapat pujian. Pujian tersebut adalah bentuk produk sumber pengetahuan bagi individu tersebut bahwa menggunakan bulu mata akan mendapat pujian.

·      Definisi belajar : proses kognitif yang terjadi saat proses monitoring, apakah sesuai dengan komunitas, baik atau tidak meniru perilaku tertentu, disana terjadi proses belajar pada diri individu tersebut.

·      Lokus belajar : lokus belajar yaitu pikiran yang tidak sekedar diperoleh oleh individu yang melakukan modelling, jadi hasil belajar dipengaruhi oleh masyarakat.

Senin, 09 September 2013

Postingan 1 Psikologi Belajar



NAMA            : CINTHYA MERDEKAWATY
NIM                : 101301111
POSTINGAN 1, BAB 1

BELAJAR DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

            Sebagai seorang manusia yang terus tumbuh dan berkembang pastilah manusia selalu belajar. Sadar atau tidak sadar, manusia terus belajar mengenai apapun yang terjadi dan yang dialaminya sehari-hari. Menurut Gredler, studi belajar bukanlah sekadar latihan akademik, ia adalah aspek penting baik bagi individu maupun masyarakat. Ada beberapa aspek tersebut yang jika dilihat selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
            Pertama, belajar dapat menjelaskan tentang pemerolehan berbagai kemampuan dan keterampilan. Seperti keseharian kita, dari kecil kita selalu mengembangkan kemampuan dan keterampilan kita melalui proses belajar. Contohnya, dalam mengembangkan keterampilan dalam segi seni. Saat SD dulu, seni menggambar, seni musik kita perlajari melalui proses belajar. Pertama, kita diajar bagaimana not-not dasar, cara mewarnai yang benar, dan lain-lain.
            Kedua, belajar adalah penting bagi masyarakat. Dalam mempelajari nilai, sikap, etika bermasyarakat juga didapatkan melalui proses belajar. Kita mempelajari hal-hal tersebut melalui orang lain, seperti orang tua, guru, dan lingkungan sekitar. Menurut Gredler dalam bukunya, belajar juga merupakan basis untuk kemajuan masyarakat di masa depan. Melalui proses belajar, ilmu pengetahuan yang ada di dunia terus berkembang dan maju. Jika manusia tidak terus belajar, mungkin saja kehidupan masih seperti jaman purba, tidak ada teknologi dan hal-hal majju lainnya.
            Jika ditinjau melalui perspektif psikologi tentang faktor-faktor utama dalam belajar, ada beberapa faktor yang dijabarkan. Faktor-faktor tersebut adalah behavioris, kognitif, interaksionis, dan perkembangan interaksionis. Semua faktor tersebut berperan langsung kepada kita selama kita mengikuti proses belajar tersebut.
            Contohnya, dalam proses belajar aturan atau norma-norma tertentu, secara sadar atau tidak sadar kita menerapkan perspektif-perspektif tersebut. Misalnya dalam menerapkan aturan berpakaian di fakultas psikologi USU, jika ada mahasiswa yang melanggar aturan tersebut maka akan diberi hukuman oleh dosen atau pihak yang bersangkutan. Hukuman dapat berupa bentuk dikeluarkan dari kelas dan tidak dapat mengikuti perkuliahan. Penerapan model hukuman tersebut adalah penerapan perspektif behavioris.
            Oleh karena itu, apapun yang manusia jalani dan alami selama kehidupannya, selalu ada proses belajar yang dijalaninya. Sesungguhnya belajar adalah suatu proses yang selalu dijalani oleh manusia demi kelancaran dan kebaikan manusia itu sendiri.